Para Ahli Astronomi Temukan Lubang Hitam Baru

Washington (ANTARA/Reuters) - Satu ledakan bintang pada 30 tahun yang lalu di dekat galaksi diduga menciptakan lubang hitam baru, demikian laporan para ahli astronomi, Senin.

Pengamatan yang dilakukan melalui sinar infra mengatakan supernova yang dijuluki SN 1979C merupakan lubang hitam yang sedang terbentuk, ujar sebuah regu ahli astronomi yang berasal dari Amerika Serikat dan Eropa.

"Jika perkiraan kami benar, itu merupakan contoh terdekat bagi pengamatan penciptaan sebuah lubang hitam," ujar seorang ahli Astrofisika dari Harvard-Smithsonian Center di Massachusetts, Daniel Patnaude, yang memimpin penelitian itu.

Seorang ahli astronomi amatir dari Maryland, Gus Johnson, menemukan supernova pada 1979 di tepi sebuah galaksi yang bernama M100, kemudian para ahli astronomi lain meneliti hal tersebut setelah penemuannya. Cahaya dan sinar infra dari pecahan telah memakan waktu selama 50 juta tahun untuk menuju ke bumi dengan kecepatan cahaya sebesar 300.000 kilometer per-detik atau sekitar 10 triliun kilometer per-tahunnya.

Pusat Pengamatan Sinar Infra Chandra milik NASA, Badan Antariksa Eropa XMM-Newton, dan Pusat Pengamatan Rosat milik Jerman telah menyaksikan bahwa itu memancarkan sumber sinar infra stabil yang terang.

Analisis sinar infra mendukung ide bahwa benda yang diamati merupakan lubang hitam dan itu juga akan menarik masuk benda yang jatuh dari sebuah supernova atau mungkin dari bintang kembar, ujar para ahli astronomi.

Para ilmuwan percaya bahwa lubang hitam dapat tercipta melalui beberapa cara yang dalam hal ini karena sebuah bintang yang berukuran sekitar 20 kali massa dari Matahari yang akan menjadi supernova dan kemudian meledak menjadi beberapa benda yang padat yang menghisap benda-benda di sekitarnya kedalam inti lubang hitam itu.
Read More »

Malin Kundang

Pada suatu
waktu, hiduplah
sebuah keluarga
nelayan di
pesisir pantai
wilayah Sumatra. Keluarga
tersebut terdiri
dari ayah, ibu dan seorang anak
laki-laki yang diberi nama
Malin Kundang. Karena kondisi
keuangan keluarga yang
memprihatinkan, sang ayah
memutuskan untuk mencari
nafkah di negeri seberang
dengan mengarungi lautan yang
luas.
Maka tinggallah si Malin dan
ibunya di gubug mereka.
Seminggu, dua minggu, sebulan,
dua
bulan bahkan sudah 1 tahun
lebih lamanya, ayah Malin tidak
juga kembali ke kampung
halamannya. Sehingga ibunya
harus menggantikan posisi ayah
Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang
cerdas tetapi sedikit nakal. Ia
sering mengejar ayam dan
memukulnya dengan sapu. Suatu
hari ketika Malin sedang
mengejar ayam, ia tersandung
batu dan lengan kanannya luka
terkena batu. Luka tersebut
menjadi berbekas dilengannya
dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin
Kundang merasa kasihan
dengan ibunya yang banting
tulang mencari
nafkah untuk membesarkan
dirinya. Ia berpikir untuk
mencari nafkah di
negeri seberang dengan
harapan nantinya ketika kembali
ke kampung halaman, ia sudah
menjadi seorang yang kaya
raya. Malin tertarik dengan
ajakan seorang nakhoda kapal
dagang yang dulunya miskin
sekarang sudah menjadi seorang
yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan
maksudnya kepada ibunya.
Ibunya semula kurang setuju
dengan maksud Malin Kundang,
tetapi karena Malin terus
mendesak, Ibu Malin Kundang
akhirnya menyetujuinya walau
dengan berat hati. Setelah
mempersiapkan bekal dan
perlengkapan secukupnya, Malin
segera menuju ke dermaga
dengan diantar oleh ibunya.
"Anakku, jika engkau sudah
berhasil dan menjadi orang yang
berkecukupan, jangan kau
lupa dengan ibumu dan
kampung halamannu ini, nak",
ujar Ibu Malin Kundang sambil
berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin
lama semakin jauh dengan
diiringi lambaian tangan Ibu
Malin Kundang. Selama berada di
kapal, Malin Kundang banyak
belajar tentang ilmu
pelayaran pada anak buah kapal
yang sudah berpengalaman. Di
tengah perjalanan, tibatiba
kapal yang dinaiki Malin
Kundang di serang oleh bajak
laut. Semua barang dagangan
para pedagang yang berada di
kapal dirampas oleh bajak laut.
Bahkan sebagian besar
awak kapal dan orang yang
berada di kapal tersebut
dibunuh oleh para bajak laut.
Malin
Kundang sangat beruntung
dirinya tidak dibunuh oleh para
bajak laut, karena ketika
peristiwa itu terjadi, Malin
segera bersembunyi di sebuah
ruang kecil yang tertutup oleh
kayu.
Malin Kundang terkatung-katung
ditengah laut, hingga akhirnya
kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai.
Dengan sisa tenaga yang ada,
Malin Kundang berjalan menuju
ke desa yang terdekat dari
pantai. Sesampainya di desa
tersebut, Malin Kundang
ditolong
oleh masyarakat di desa
tersebut setelah sebelumnya
menceritakan kejadian yang
menimpanya. Desa tempat Malin
terdampar adalah desa yang
sangat subur. Dengan
keuletan dan kegigihannya
dalam bekerja, Malin lama
kelamaan berhasil menjadi
seorang
yang kaya raya. Ia memiliki
banyak kapal dagang dengan
anak buah yang jumlahnya lebih
dari 100 orang. Setelah menjadi
kaya raya, Malin Kundang
mempersunting seorang gadis
untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah
menjadi kaya raya dan telah
menikah sampai juga kepada ibu
Malin Kundang. Ibu Malin
Kundang merasa bersyukur dan
sangat gembira anaknya telah
berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin
Kundang setiap hari pergi
ke dermaga, menantikan
anaknya yang mungkin pulang
ke
kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah,
Malin dan istrinya
melakukan pelayaran dengan
kapal yang besar dan indah
disertai anak buah kapal serta
pengawalnya yang
banyak. Ibu Malin Kundang yang
setiap hari menunggui
anaknya, melihat kapal yang
sangat indah itu, masuk ke
pelabuhan. Ia melihat ada dua
orang yang sedang
berdiri di atas geladak kapal. Ia
yakin kalau yang
sedang berdiri itu adalah
anaknya Malin Kundang
beserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari
kapal. Ia disambut oleh ibunya.
Setelah cukup dekat, ibunya
melihat belas luka dilengan
kanan orang tersebut, semakin
yakinlah ibunya bahwa yang ia
dekati adalah Malin Kundang.
"Malin Kundang, anakku,
mengapa kau pergi begitu lama
tanpa mengirimkan kabar?",
katanya sambil memeluk Malin
Kundang.
Tapi apa yang terjadi kemudian?
Malin Kundang segera
melepaskan pelukan ibunya dan
mendorongnya hingga
terjatuh. "Wanita tak tahu diri,
sembarangan saja
mengaku sebagai ibuku", kata
Malin Kundang pada
ibunya. Malin Kundang pura-
pura tidak mengenali ibunya,
karena malu dengan ibunya
yang sudah tua dan
mengenakan baju compang-
camping. "Wanita
itu ibumu?", Tanya istri Malin
Kundang. "Tidak, ia hanya
seorang pengemis yang pura-
pura
mengaku sebagai ibuku agar
mendapatkan harta ku", sahut
Malin kepada istrinya.
Mendengar pernyataan dan
diperlakukan se
Read More »

tanjung menangis

Dahulu kala terdapat kerajaan
besar di Pulau Halmahera.
Rajanya belum lama meninggal
dunia. Ia meninggalkan dua anak
laki-laki dan satu anak
perempuan. Mereka bernama
Baginda Arif, Putra Baginda
Binaut, dan Putri Baginda Nuri.
Putra Baginda Binaut sangat
menginginkan kedudukan
sebagai raja untuk
menggantikan ayahnya.
Keinginan itu disampaikan
kepada patih kerajaan. “Aku
harus menggantikan kedudukan
ayahku.” Kata Binaut kepada
sang Patih dengan penuh
keyakinan.
Agar sang Patih ikut mendukung
rencana tersebut, maka Binaut
memberi janji bahwa jabatan
sang Patih akan tetap
dipertahankan, dan ia akan
diberi hadiah emas berlian.
Berkat bujuk rayu dan janji
itulah, Sang Patih bersedia
mendukung Binaut menjadi raja.
Sang Patih segera mengatur
para pengawal kerajaan untuk
menangkap Sri Baginda Ratu,
Putra Baginda Arif dan Putri
Baginda Nuri. Setelah ditangkap,
mereka dijebloskan di penjara
bawah tanah.
“Kanda Binaut benar-benar
kejam! Tamak! Tak tahu diri!”
umpat Putri Baginda Nuri
dengan penuh emosi. Namun, Sri
Baginda Ratu meminta agar Nuri
bersabar dan tawakal dalam
menghadapi cobaan ini. “Yang
benar akan tampak benar dan
yang salah akan tampak salah.
Dan yang salah itu, kelak akan
mendapatkan hukuman yang
setimpal,” kata Sri Baginda Ratu
menghibur dengan penuh
keibuan, betapapun sangat sakit
hati melihat kekejaman putra
kandungnya.
Binaut merasa gembira setelah
menjebloskan ibu dan saudara
kandungnya ke penjara. Ia
mengumumkan kepada rakyat
kerajaan bahwa Sri Baginda
Ratu dan putra-putrinya
mengalami musibah di laut. Saat
itu pula, Putra Baginda Binaut
minta kepada para pembesar
istana untuk segera dilantik
menjadi raja. Sejak itu, Sri
Baginda Binaut bersikap angkuh
dan tinggi hati. Ia menganggap
sebagai raja yang paling
berkuasa di muka bumi ini.
Demi kepentingan
dirinya, ia
memerintahkan kepada seluruh
rakyat kerajaan agar bekerja
giat untuk membangun istana
megah. Selain itu, diberlakukan
berbagai pungutan pajak,
diantaranya pajak hasil bumi,
pajak hewan, pajak tanah.
“Bukan main! Raja Binaut
penghisap dan penindas
rakyat!” kata salah seorang
penduduk kepada yang lain.
Mereka mengeluh dengan
peraturan yang dikeluarkan Raja
Binaut yang sangat merugikan
rakyat. Tetapi, mereka takut
membantah, apalagi berani
melawan perintah raja, pasti
kena hukuman berat.
Ada seorang pelayan istana raja
bernama Bijak. Ia melarikan diri
dari istana dan membentuk
sebuah pasukan tangguh
melawan raja Binaut. Paling
tidak, mereka dapat
membebaskan Sri Baginda Ratu
dan putra-putrinya. “Kita harus
segera bertindak
menyelamatkan mereka,” kata
Bijak dengan penuh harap. Hal
ini didukung teman-temannya.
Waktu itu, banyak para pegawai
istana yang telah membelot
bergabung dengan Bijak. Bijak
pun telah mempelajari
bagaimana mengadakan
penyelamatan itu. Bila
penyelamatan berhasil,
direncanakan mengadakan
penyerangan ke istana Raja
Binaut. Berkat kepemimpinan
Bijak, dalam sekejap mereka
berhasil menyelamatkan Sri
Baginda Ratu dan putra-
putrinya yang dipenjara Binaut.
Mereka langsung dibawa ke
hutan.
“Kuucapkan terima kasih tak
terhingga,” ucap Sri Baginda
Ratu dengan tersendat. Mereka
tampak kurus kering karena
selama dipenjara di bawah
tanah jarang makan dan minum.
Bijak pun menyampaikan kepada
Sri Baginda Ratu akan
mengadakan penyerangan ke
istana. Tetapi, Sri Baginda Ratu
tidak setuju, ia tidak mau
berlumuran darah bangsanya
sendiri. Ketamakan, kebengisan,
iri dan dengki akan kalah dengan
doa permohonan yang
disampaikan kepada Tuhan.
Raja Binaut berlaku semena-
mena terhadap rakyatnya. Sang
Patih yang selalu mendukung
keputusan Raja Binaut lama-
kelamaan tidak senang dengan
perilaku Raja. Tetapi ia tidak
berani mengeluarkan sikap yang
melawan. Kalau itu dilakukan
pasti ia langsung dipecat dan
dijebloskan penjara. Saat itu
penjara penuh dengan tahanan.
“Siapa yang melawan Raja,
hukuman penjaralah
tempatnya.” Itulah
kesombongan Raja Binaut.
Karena ia merasa yang paling
berkuasa dan paling tinggi.
Namn tak disangka, sebuah
bencana alam terjadi. Sebuah
gunung meletus dengan sangat
dahsyat. Lahar panas mengalir
ke segala penjuru. Istana Raja
Binaut pun menjadi sasaran
lahar panas. Ternyata sebagian
besar lahar panas telah meluluh
lantakkan bangunan istana yang
baru saja selesai dibangun dari
hasil keringat rakyat. Raja Binaut
kebingungan mencari
perlindungan. Ia lari pontang-
panting tak tahu arah tujuan.
Anehnya, lahar seolah-
olah mengejar
kemanapun Raja Binaut lari.
“Tolong-tolong!” teriak Binaut.
Lahar panas itu sedikit demi
sedikit menempel di kaki Binaut.
Seketika itu juga kakinya
melepuh dan kulitnya terkelupas.
Ia berusaha untuk tidak berhenti
berlari. Lahar panas mulai
menjalar ke tubuhnya. Ia sangat
tersiksa. Ketika ia mengalami
siksaan lahar panas itu ia ingat
ibunya. Ia mohon ampun.
“Ampunilah aku, bu! Maafkanlah
aku, bu! Aku sudah tidak kuat
menanggung penderitaan ini!
Aku tidak akan mengkhianati
ibu, kakak Arif dan adik Nuri lagi.
Maafkanlah aku! Ibu! Ibu!” teriak
Binaut karena kesakitan. Namun
teriakan itu hilang perlahan-
lahan dan akhirnya ia meninggal.
Jasad Binaut terdampar di
sebuah pantai. Seketika itu juga
tempat itu berubah menjadi
sebuah Tanjung. Konon, tanjung
itu sering terdengar orang
menangis minta belas kasihan
karena mengalami siksaan yang
amat sangat. Kini tempat
terdamparnya Binaut itu
dinamakan Tanjung Menangis.
Moral : Moral : Sifat iri, dengki
dan tamak akan membawa
celaka dan pembalasan setimpal.
Karenanya jauhilah sifat-sifat
tersebut.
Read More »

sungai jodoh

Pada suatu masa di
pedalaman pulau
Batam, ada sebuah desa yang
didiami seorang gadis yatim
piatu bernama Mah Bongsu. Ia
menjadi pembantu rumah
tangga dari seorang majikan
bernama Mak Piah. Mak Piah
mempunyai seorang putri
bernama Siti Mayang. Pada suatu
hari, Mah Bongsu mencuci
pakaian majikannya di sebuah
sungai. “Ular…!” teriak Mah
Bongsu ketakutan ketika melihat
seekor ulat mendekat. Ternyata
ular itu tidak ganas, ia berenang
ke sana ke mari sambil
menunjukkan luka di
punggungnya. Mah Bongsu
memberanikan diri mengambil
ular yang kesakitan itu dan
membawanya pulang ke rumah.
Mah Bongsu merawat ular
tersebut hingga sembuh. Tubuh
ular tersebut menjadi sehat dan
bertambah besar. Kulit luarnya
mengelupas sedikit demi sedikit.
Mah Bongsu memungut kulit ular
yang terkelupas itu, kemudian
dibakarnya. Ajaib… setiap Mah
Bongsu membakar kulit ular,
timbul asap besar. Jika asap
mengarah ke Negeri Singapura,
maka tiba-tiba terdapat
tumpukan emas berlian dan
uang. Jika asapnya mengarah ke
negeri Jepang, mengalirlah
berbagai alat elektronik buatan
Jepang. Dan bila asapnya
mengarah ke kota Bandar
Lampung, datang berkodi-kodi
kain tapis Lampung. Dalam
tempo dua, tiga bulan, Mah
Bongsu menjadi kaya raya jauh
melebih Mak Piah Majikannya.
Kekayaan Mah Bongsu membuat
orang bertanya-tanya.. “Pasti
Mah Bongsu memelihara tuyul,”
kata Mak Piah. Pak Buntal pun
menggarisbawahi pernyataan
istrinya itu. “Bukan memelihara
tuyul! Tetapi ia telah mencuri
hartaku! Banyak orang menjadi
penasaran dan berusaha
menyelidiki asal usul harta Mah
Bongsu. Untuk menyelidiki asal
usul harta Mah Bongsu ternyata
tidak mudah. Beberapa hari
orang dusun yang penasaran
telah menyelidiki berhari-hari
namun tidak dapat menemukan
rahasianya.
“Yang penting sekarang ini, kita
tidak dirugikan,” kata Mak
Ungkai kepada tetangganya.
Bahkan Mak Ungkai dan para
tetangganya mengucapkan
terima kasih kepada Mah
Bongsu, sebab Mah Bongsu
selalu memberi bantuan
mencukupi kehidupan mereka
sehari-hari. Selain mereka, Mah
Bongsu juga membantu para
anak yatim piatu, orang yang
sakit dan orang lain yang
memang membutuhkan
bantuan. “Mah Bongsu seorang
yang dermawati,” sebut mereka.
Karena merasa tersaingi, Mak
Piah dan Siti Mayang, anak
gadisnya merasa tersaingi.
Hampir setiap malam mereka
mengintip ke rumah Mah
Bongsu. “Wah, ada ular sebesar
betis?” gumam Mak Piah. “Dari
kulitnya yang terkelupas dan
dibakar bisa mendatangkan
harta karun?” gumamnya lagi.
“Hmm, kalau begitu aku juga
akan mencari ular sebesar itu,”
ujar Mak Piah.
Mak Piah pun berjalan
ke hutan mencari
seekor ular. Tak lama, ia pun
mendapatkan seekor ular
berbisa. “Dari ular berbisa ini
pasti akan mendatangkan harta
karun lebih banyak daripada
yang didapat oleh Mah Bongsu,”
pikir Mak Piah. Ular itu lalu di
bawa pulang. Malam harinya ular
berbisa itu ditidurkan bersama
Siti Mayang. “Saya takut! Ular
melilit dan menggigitku!” teriak
Siti Mayang ketakutan. “Anakku,
jangan takut. Bertahanlah, ular
itu akan mendatangkan harta
karun,” ucap Mak Piah.
Sementara itu, luka ular milik
Mah Bongsu sudah sembuh. Mah
Bongsu semakin menyayangi
ularnya. Saat Mah Bongsu
menghidangkan makanan dan
minuman untuk ularnya, ia tiba-
tiba terkejut. “Jangan terkejut.
Malam ini antarkan aku ke
sungai, tempat pertemuan kita
dulu,” kata ular yang ternyata
pandai berbicara seperti
manusia. Mah Bongsu
mengantar ular itu ke sungai.
Sesampainya di sungai, ular
mengutarakan isi hatinya. “Mah
Bongsu, Aku ingin membalas
budi yang setimpal dengan yang
telah kau berikan padaku,”
ungkap ular itu. “Aku ingin
melamarmu dan menjadi istriku,”
lanjutnya. Mah Bongsu semakin
terkejut, ia tidak bisa menjawab
sepatah katapun. Bahkan ia
menjadi bingung.
Ular segera menanggalkan
kulitnya dan seketika itu juga
berubah wujud menjadi seorang
pemuda yang tampan dan
gagah perkasa. Kulit ular sakti
itu pun berubah wujud menjadi
sebuah gedung yang megah
yang terletak di halaman depan
pondok Mah bongsu. Selanjutnya
tempat itu diberi nam desa
“Tiban” asal dari kata ketiban,
yang artinya kejatuhan
keberuntungan atau mendapat
kebahagiaan.
Akhirnya, Mah Bongsu
melangsungkan
pernikahan dengan pemuda
tampan tersbut. Pesta pun
dilangsungkan tiga hari tiga
malam. Berbagai macam hiburan
ditampilkan. Tamu yang datang
tiada henti-hentinya
memberikan ucapan selamat.
Dibalik kebahagian Mah Bongsu,
keadaan keluarga Mak Piah yang
tamak dan loba sedang
dirundung duka, karena Siti
Mayang, anak gadisnya
meninggal dipatok ular berbisa.
Konon, sungai pertemuan Mah
Bongsu dengan ular sakti yang
berubah wujud menjadi pemuda
tampan itu dipercaya sebagai
tempat jodoh. Sehingga sungai
itu disebut “Sungai Jodoh”.
Moral : Sikap tamak, serakah
akan mengakibatkan kerugian
pada diri sendiri. Sedang sikap
menerima apa adanya, mau
menghargai orang lain dan rela
berkorban demi sesama yang
membutuhkan, akan berbuah
kebahagiaan.
Read More »