Kisah Suanggi Hantu Yang Melegenda di Indonesia Bagian Timur

SUANGGI MEYAH: Etimologi & eksklusivitas

       Semua kebudayaan pasti memiliki satu elemen budaya yang terkait dengan pengetahuan dan teknologi. Nah, di suku Ibu saya, pengetahuan tak selalu berujung pada teknik pengetahuan yang berdampak pada kemaslahatan hidup orang banyak tetapi juga hanya ada di kalangan tertentu dan bagi saya merupakan salah satu temuan yang menarik untuk dibahas. Apalagi kalau bukan praktek – praktek ilmu hitam . Di suku Ibu saya dan juga beberapa suku Papua lainnya, kata 'suanggi' punya arti yang berbeda gradasi maknanya tetapi semuanya ujung – ujungnya yang berujung pada 'pembunuhan' atau tindakan membunuh dengan menggunakan kekuatan/tindakan supranatural dengan berbagai alasan.
       
         Di kalangan suku besar Arfak, istilah suanggi mempunyai sebutan yang berbeda tergantung pada bahasa suku. Suku Meyah menyebut suanggi dengan kata 'Merejs', sedangkan suku Hatam menyebutnya dengan nama 'Mpieda' dan suku Sough menyebutnya dengan kata 'Surera'. Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, daerah basis atau pusat – pusat kegiatan ilmu suanggi terdapat di daerah distrik Ransiki, Anggi dan Warmare. Suanggi suku Arfak dikategorikan sebagai suanggi gunung dan tidak mempergunakan ilmu terbang ataupun ilmu berubah bentuk. Sehingga benar – benar hanya berlaku seumpama 'pembunuh bayaran' yang dapat disewa sebagai alat kontrol sosial kekuasaan.

         Praktek suanggi telah ada sejak jaman dahulu di daerah ini namun sangat sulit untuk menelusuri asal muasalnya karena faktor kerahasiaan di dalam komunitas ini sendiri. Selain itu, faktor jender pun terjadi karena peran suanggi hanya dilakukan oleh laki – laki. Tabunya masyarakat suku Meyah untuk menyebut dengan jelas anggota komunitas suanggi yang ada di suku mereka juga berimbas pada tertutupnya informasi tentang semua jenis tanaman dan obat – obatan yang dipakai dalam praktek ini. Selain itu, legenda – legenda tentang suanggi pun tidak dapat dibagi dengan mudah pada komunitas luar. Dapat disimpulkan, suanggi menjadi sebuah komunitas eksklusif di dalam suku ini.

MOTIF DAN KOMPENSASI

       Pada dasarnya suanggi Meyah tak lebih dari komunitas pembunuh bayaran tradisional terlatih yang menjadi alat kontrol sosial kekuasaan. Suanggi di dalam suku mama saya tak sembarangan membunuh orang dan mempunyai motif yang sedikit berbeda dengan beberapa suku lainnya di Papua yang ditengarai juga melakukan ilmu suanggi misalnya untuk memberikan 'makan' pada makhluk halus atau ilmu gaib kepunyaannya. Di suku Meyah dan juga suku lainnya di daerah pegunungan Arfak, umumnya para suanggi membunuh atas dasar suruhan orang lain. Hal ini dilatarbelakangi oleh dendam keluarga turun temurun, dendam pribadi, hukuman atas perzinahan yang dilakukan oleh korban ataupun karena perebutan ataupun kudeta kekuasaan. Umumnya korban pun berasal dari kalangan suku besar Arfak sendiri.
     
       Tak ada hal gratis di dunia ini, begitu pula tak ada jasa suanggi gratis di suku mama saya. Tentu saja para klien pemakai jasa sadar benar tentang konsekuensi pembayaran yang harus diselesaikan dengan para suanggi plus konsekuensi sosial bila keluarga korban melakukan tindakan balasan dengan menggunakan komunitas suanggi lainnya. Pun suanggi yang bisa saja 'membelot' dan malah mengeksekusi kliennya sendiri karena kedekatan emosional dengan calon korbannya *berdasarkan cerita keluarga yang pernah saya dengar tentang intrik kekuasaan suku kami di masa lampau.

       Untuk melakukan pembunuhan tersebut, para suanggi dijanjikan hal – hal menggiurkan. Di masa lalu dan juga masih berimbas pada masa kini, ada beberapa item barang yang menjadi bayaran suanggi al: Kain Timor (nilai konversi = kualitas 10 mata min. 10 juta Rupiah/lembar), Kain Toba (nilai konversi = sekitar 30 Juta Rupiah), Babi ataupun sejumlah uang. Bahkan saya pernah mendengar di masa lalu usai perang dunia II, pucuk senjata peninggalan perang pun dijadikan salah satu bentuk pembayaran. Di masa kini, saya juga pernah mendengar peran senapan angin sebagai bahan bayaran. Jaman modern pun tak bisa menafikan peran uang sebagai alat pembayaran karena uang menjadi salah satu bentuk alat pembayaran yang umum dipakai di masa kini. Pada tahun 2001, saat saya bertanya pada narasumber saya, waktu itu konon tarif suanggi untuk membunuh minimal 1 Juta Rupiah. Tahun kemarin, saya iseng – iseng bertanya pada kerabat jauh, konon tarif minimalnya sudah mencapai antara 7 – 10 juta Rupiah/kepala. Tetapi perlu diingat bahwa dalam komunitas suku Meyah, tarif jasa suanggi tergantung pada peran politik korban. Semakin besar atau berpengaruhya korban dalam kekuasaan, maka tarif yang dikenakan akan semakin tinggi.

METODE PEMBUNUHAN

Suanggi Meyah maupun suku besar Arfak lainnya bekerja dengan berbagai metode, tergantung pada pesanan. Umumnya terbagi 2 jenis: cara lambat dan 'halus' dan cara cepat tapi 'kasar'.

Cara Lambat

Dalam bagian ini, ada dua metode yang dipakai oleh suanggi Meyah yaitu dengan menggunakan 'doti – doti' maupun teknik racun.
Bila klien suanggi menginginkan korban mati secara lambat, perlahan dan tidak menimbulkan kecurigaan demi mencegah adanya ekses yang tak diinginkan semisal aksi dendam balasan, biasanya pilihan pertama yang diambil adalah dengan menggunakan 'doti – doti'. Perbedaan utama antara kata suanggi dan doti – doti adalah sbb = Suanggi adalah orang yang melakukan praktek pembunuhan, sedangkan doti adalah salah satu terapan item ilmu gaib yang dipakainya. Doti adalah praktek pengiriman ilmu gaib melalui angin dengan cara menjentikkan dengan jari sejumlah benda asing ke dalam tubuh korban al: kulit kayu merah (mereva), halia merah dan lain – lain. Dengan demikian, diharapkan akan merusak jaringan di dalam tubuh korban dan membuatnya sakit dan meninggal. Umumnya dalam melaksanakan praktek ini, sebelum 'kutik doti', suanggi akan merokok dan melihat ke arah mana asap bertiup guna menentukan arah angin. Jadi, doti hanya akan dilepaskan bila angin dari posisi suanggi bergerak mengalir menuju korban dan bukan sebaliknya. Alih – alih, malah si suanggi yang terkena 'senjata makan tuan' HAHAHA.
Selain penggunaan doti dalam metode pembunuhan yang lambat, para suanggi Meyah juga menggunakan teknik meracun korban. Umumnya racun dicampurkan dengan makanan dan minuman korban. Pada masa lalu, racun umumnya dibuat dari tanaman tertentu yang didapat langsung dari alam. Pada masa modern ini, konon, obat serangga tertentu dan zat kimia tertentu dipakai pula dalam eksekusi korban. Bahkan konon ada beberapa yang juga mempergunakan alat suntik berisi cairan kimia tertentu.

Cara Cepat

Selain dengan cara khas dan halus seperti doti dan racun, suanggi Meyah juga menggunakan cara ekstrim dalam membunuh korbannya. Ini rangkuman kronologisnya sebagai berikut:
        Pada dasarnya suanggi adalah 'dinas intelijen terbaik' di suku mama saya. Mereka juga adalah para pengamat yang baik. Suanggi Meyah umumnya dapat bekerja secara individual maupun berkelompok dan bahkan terkadang saat eksekusi akan membawa anak – anak remaja laki – laki yang dipersiapkan agar kelak menjadi penerus mereka. Mereka akan mematai – matai korban dalam jangka waktu tertentu. Bila didapat bahwa korban sendirian, maka suanggi mulai melancarkan aksinya. Mula – mula korban akan dilempari dengan batu kecil atau tanah yang telah dimanterai sehingga korban jatuh tak sadarkan diri. Namun, dalam melaksanakan niatnya, TKP harus dipastikan sepi.

        Setelah itu korban dibanting sampai patah sebanyak tiga kali ataupun lebih dalam keadaan tidak berpakaian. Hal ini dimaksudkan agar sewaktu korban dibangkitkan dan diperintahkan pulang tidak terdapat bekas – bekas kekerasan dan pakaian dalam keadaan bersih. Selain dibanting, korban juga dipukul ataupun ditendang. Intinya semua kegiatan itu untuk memastikan bahwa korban sudah meninggal dengan luka patahan yang banyak. Kadang pada beberapa kasus yang korbannya adalah ibu hamil, janin yang dikandungnya sampai keluar. Namun, proses pembunuhan ini umumnya untuk orang dewasa. Pada anak – anak, cukup dipatahkan saja lehernya.

      Setelah korban diyakini sudah meninggal, suanggi mulai memasukan ilmu gaibnya yang berbentuk telur ke dalam mulut korban. Ada yang mempercayai bahwa telur ini adalah manifestasi sejenis hewan gaib berbentuk kadal sehingga bila masuk ke dalam tubuh mayat korban maka akan berubah menjadi kadal dan memberi hidup sementara dari dalam tubuh.

      Proses mendapatkan telur cukup unik. Masyarakat Meyah mempercayai bahwa setiap suanggi mempunyai sejenis pohon tertentu yang mereka tanam di tempat rahasia mereka. Pada waktu mengambil benda gaib ini, mereka menggunakan sejenis daun gatal yang digosokkan ke tumbuhan tersebut. Secara ajaib, tumbuhan tersebut berubah menjadi telur. Tentu saja ini bukan telur biasa. Fungsi telur ini untuk memperbaiki atau menyembuhkan luka – luka korban agar tidak tampak. Namun, tentu saja hal ini bersifat kamuflase atau semu. Usai memasukan telur ini, suanggi lalu menjilat luka – luka korban dan membaca sejumlah mantera. Secara ajaib, luka – luka tersebut hilang lalu korban dipakaikan pakaian. Suanggi kemudian memerintahkan korban untuk bangkit serta meninggal dengan cara yang diinginkan suanggi agar tak meninggalkan kecurigaan misalnya jatuh dari pohon, kecelakaan lalu lintas dan lain – lain. Jangka waktu kematian pun beragam, mulai dari tiga hari sampai satu minggu.

      Apabila korban mempunyai pengaruh yang besar, misalnya kepala suku, ada perlakuan khusus. Untuk membunuhnya harus sampai tiga kali dalam jangka waktu yang berbeda. Misalnya korban dibunuh pada tanggal 1 Januari, suanggi akan menyuruhnya untuk kembali dibunuh pada tanggal 8 Januari, dan terakhir pada tanggal 16 Januari untuk pembunuhan terakhir. Setelah korban dibunuh, suanggi akan membawa sedikit rambut dari kepala korban untuk menjadi bukti. Selama masa penantian kematian 'de jure dan de facto', telur gaib milik suanggi akan tetap berada di dalam tubuh korban.

     Konon, setelah korban meninggal dan dikuburkan, suanggi akan datang ke kuburan dan dengan kekuatan ilmu gaib akan mengambil kembali telurnya. Namun, pada beberapa kasus apabila korbannya adalah orang yang berpengaruh, kadang suanggi akan membawa kepala korban. Itulah sebabnya apabila ada orang Meyah yang meninggal, sanak keluarganya akan menjaga kuburan hingga seminggu. Bahkan pada keluarga besar mama saya, kami langsung men-cor semen kuburan. Itulah sebabnya kuburan keluarga besar keluarga kami berada di tengah – tengah areal domain keluarga, agar bisa terpantau. Konon, apabila suanggi telah berhasil mengambil telurnya, suanggi dan kelompoknya akan mulai menari merayakan pembunuhan ini dan menyanyikan lagu – lagu bahasa Meyah kuno di rumah klien pemakai jasa mereka.


 PANTANGAN SUANGGI

Dalam rangkaian pembunuhan ini tetap ada saja beberapa pantangan yang harus ditaati suanggi suku Meyah, al:
#1. Pada waktu membangkitkan korban, bila pelakunya dua orang atau lebih, mereka tidak boleh berpapasan di dekat mayat atau korban. Bila hal ini dilanggar, korban akan langsung bangkit dan mengenal mereka. Jadinya ya melintaslah satu – satu getho kali ya hehehehe.
#2. Pada waktu membawa rambut korban untuk diberikan kepada klien pemakai jasa, suanggi tidak boleh memberikan benda itu sebelum korban dikuburkan. Bila hal ini dilanggar, maka apabila si klien pemakai jasa datang melayat korban, korban tersebut akan bangkit dan memberi tanda.

IDENTIFIKASI: Korban Vs Suanggi

Suku Meyah mempercayai bahwa orang yang dibunuh suanggi akan memperlihatkan bekas – bekas pukulan pada saat meninggal. Antara lain wajah yang bengkak serta berwarna kebiruan seakan sudah meninggal beberapa hari, padahal baru saja positif meninggal lewat dari satu jam. Juga kadang jenasah yang cepat sekali bau dan membusuk. Tetangga belakang halaman saya, kerabat jauh mama yang berprofesi mantri juga menjadi contoh kasus masa kecil saya tentang suanggi. Keluarga mereka menjadi contoh bagaimana dendam orang Meyah itu ada.

    Ceritanya begini. Bermula dari kematian istrinya, seorang suster asal suku lain di teluk Cenderawasih, yang tiba – tiba. Waktu itu tak terlalu mencurigakan. Hampir setahun sejak kematian tanta, oom saya yang kerap merawat saya waktu sakit (kesehatan saya buruk sejak kecil) pun meninggal. Waktu itu di samping rumahnya, ada tumpukan kayu dan papan yang banyak. Saya masih SD waktu itu. Tak lebih dari 1 jam sejak oom mantra meninggal, di wajah dan tubuhnya pun mulai muncul segala bengkak biru lebam yang banyak. Seorang suster lain yang tinggal dekat rumah bilang karena gagal jantung atau serangan jantung. Tapi kami tak serta merta percaya karena lebamnya mencurigakan. Malam saat kematian oom, seorang anak kecil tetangga yang melayat pun kerasukan di rumah duka. Katanya roh oom saya yang masuk dan menyuruh membongkar tumpukan kayu di samping rumahnya, katanya ia dieksekusi di situ dan jam tangan pelaku ada jatuh di bawah tumpukan kayu. Karena tak percaya, kerabat kami membongkar kayu dan ternyata ada sebuah arloji di tumpukan bawah kayu itu. entahlah, saya lupa bagaimana kelanjutannya. Yang saya tahu, pada saat kerabat kami mengetahui bahwa oom mantri meninggal, mereka melakukan sejenis ritual mencincang semua jenis tanaman dan pohon di dekat rumah termasuk mencincang palang pintu sebagai ekspresi sedih dan juga dipercaya mengusir roh – roh jahat. Entahlah ... *mengingat bagaimana mirisnya melihat koleksi tanaman oom mantri yang sangat subur itu dicincang abis =( Usai kematian oom mantri, selang 15 tahun kemudian, dua anak oom pun meninggal pula dalam jangka waktu dekat. Yang tersisa hanyalah 1 perempuan dan 1 laki – laki. Entahlah, saya hanya mendengar rumor ini karena urusan dendam keluarga. Kebenarannya biarlah waktu yang menentukan.

       Mengenai ciri – ciri suanggi di suku Meyah sangat sulit dipastikan. Biasanya menjadi pengetahuan kolektif klan tentang siapa yang berprofesi sebagai suanggi. Sedikit sulit mengidentifikasikan berhubung bila mereka sedang tak menjalankan misi atau membawa 'ilmu', mereka hanyalah manusia biasa. Bila di daerah lain ada yang sejumlah masyarakat yang berpendapat bahwa ciri – ciri suanggi itu bermata merah, di dalam pupil matanya bayangan manusia mempunyai ciri tertentu dan ciri lainnya, maka hal ini tak terjadi pada suanggi Meyah. Meskipun demikian ada ciri – ciri tertentu yang diajarkan oleh kerabat besar saya dan diwariskan pada kami, al:
#1. Bila tiba – tiba mencium bau kus – kus yang terbawa angin di rumah, maka sebaiknya langsung masuk rumah dan tenang di rumah karena bau kus – kus menjadi salah satu indikator bahwa suanggi Meyah berada tak jauh dari rumah atau posisi kita berdiri. Jangan sampai kita menghalangi jalan mereka. Itu saja.
#2. Menurut sebuah rumor yang pernah beredar juga, konon komunitas suanggi juga mempunyai ciri khas tato tertentu di dahi mereka. Tato biasanya dipakai untuk kaum wanita suku Meyah di wajah dan tangan, tetapi pada beberapa lelaki kadang juga ditemukan. Konon, motif yang dipakai suanggi bisa berupa titik maupun huruf x yang menandakan jumlah pembunuhan yang dilakukan. Semakin banyak dan berbentuk x, berarti semakin lihai. Suanggi Master ka ini😂
#3.Bila berpapasan dengan mereka, tiba – tiba buku kuduk kita berdiri atau tiba – tiba jantung kita berdebar dengan kencang padahal tidak ada satu hal pun yang menakutkan. Konon, saat mereka menjalankan misi menuju Target Operasi (TO), 'senjata gaib' yang dipakai itu beraura panas dan membuat mereka tak suka ada yang menghalangi jalan mereka.
Ada banyak anggota suku Meyah yang takut pada kehadiran suanggi karena suanggi tak hanya dapat membunuh tetapi karena apabila berpapasan dengan mereka dapat menyebabkan sakit. Meskipun demikian, hal ini tidak perlu terlalu ditakuti karena mereka juga hanyalah manusia biasa. Itulah sebabnya bukanlah hal aneh untuk melihat bagaimana 'perburuan suanggi' di komunitas – komunitas Meyah. Ya karena suanggi dapat dilukai dengan tombak, parang ataupun panah. Misalnya saja di tempat tinggal komunitas keluarga besar mama saya (rumah kami sedikit di bagian luar area komunitas), umumnya perburuan akan dimulai bila mulai ada orang – orang asing yang berdiri malam – malam mengendap – endap di belakang rumah atau dapur. Biasanya akan ada pengejaran dan penjagaan beberapa malam sesudah itu. Saya jadi membayangkan kalau ada pencuri yang nekat beroperasi di saat yang sama dan ketangkap, bisa hancur lebur kena parang dan panah HAHAHA.

Cara Mengatasi Jika Bertemu Suanggi

       Nah ini bagian yang saya paling suka sih sebenarnya. Tentang bagaimana jalan keluarnya. Intinya adalah mungkin yang paling pertama dan utama ya sebaiknya kita berkawan dan bersosialisasi dengan baik dengan siapa saja tanpa pandang muka. Karena bagaimanapun suanggi Meyah hanyalah manusia biasa yang berpikir fragmatis yang masih punya rasa terima kasih, karena beberapa kasus yang saya dengar dari kerabat adalah pernah beberapa kali suanggi malah membelot dari perintah klien dan malah mengeksekusi klien sendiri karena kedekatan emosi pada korban.

       Di dalam suku Meyah sendiri memang tidak ada upaya untuk melindungi diri sendiri semisal jimat ataupun penangkal tertentu dari serangan suanggi. Tetapi ada mekanisme penyembuhan lain yang dapat dipakai terkait praktek suanggi. Misalnya untuk menyembuhkan sakit akibat terkena 'bayangan' suanggi dapat dipakai racikan pucuk daun nenas yang ditumbuk dengan daun pohon kapuk. Selain itu, bila ingin mengecek apakah seseorang itu sakit karena memang faktor alami seperti virus dan saudara – saudaranya ataukah terkena ilmu suanggi dapat memakai sejenis tanaman tertentu yang disebut 'daun merah'. Caranya dengan meminumkan rebusan daun tersebut. Bila sakitnya tidak sembuh – sembuh, berarti terkena ilmu suanggi. Jalan satu – satunya dengan harus segera mencari orang yang dapat melepaskan 'dampak' ilmu itu. NAMUN, bagaimana prosedur dan segala macamnya, please don't ask me, sa belum ambil mata kuliah pengantar ilmu suanggi HEHEHE.

SIMPULAN

         Entah bagaimana mendeskripsikan perasaan saya tentang praktek ilmu suanggi ini. Pada satu sisi, mereka adalah pembunuh bayaran. Tapi pada sisi lain, saya kagum pada bagaimana mereka belajar untuk melestarikan kontrol dan peran sosial mereka hingga di dunia modern serta menjaga kerahasiaan jenis – jenis tanaman yang mereka pakai. Tak lupa mereka juga masih melakukan kaderisasi bagi beberapa anak remaja yang mereka ajak ikut dalam praktek pembunuhan.
Ini masalah pilihan hidup dan bagi saya, praktek suanggi akan berkurang bila adanya kesejahteraan yang meningkat, menurunnya kesenjangan sosial dan tentu saja perubahan pola pikir pembauran yang humanistis. Itu saja.

         Suanggi Meyah akan terus adaptif seiring perkembangan jaman dan akan tetap ada. Karena di masa kini, mereka tak lagi berjalan kaki mematai korban tetapi sudah memakai SMS, ponsel dan juga naik 'ojek' dan mempergunakan alat suntik. Pertanyaannya seberapa jauh kerahasiaan komunitas ini dan pelestarian ilmu pengetahuan mereka bertahan, hanya waktu yang akan menjawabnya.

Disclaimer : Cerita Bersumber dari http://mutendik-yahukimo.blogspot.com/2012/02/kilas-singkat-suanggi-meyah-arfak.html

0 komentar:

Post a Comment